BUNDA TERESA
(Agnes Gonxha Bojaxhiu)
Meskipun lahir pada tanggal 26 Agustus, ia menganggap
27 Agustus, hari ia dibaptis menjadi "ulang tahun"nya. Dia adalah
anak bungsu dari sebuah keluarga di Shkodër, Albania, lahir dari pasangan
Nikollë dan Drana Bojaxhiu. Ayahnya meninggal pada tahun 1919 ketika ia baru
berusia delapan tahun. Setelah kematian ayahnya, ibunya membesarkannya sebagai
seorang Katolik Roma yang saleh.
Selama lebih dari 47 tahun, ia melayani orang
miskin, sakit, yatim piatu dan sekarat, sementara membimbing ekspansi
Misionaris Cinta Kasih yang pertama di seluruh India dan selanjutnya di negara
lain. Setelah kematiannya, ia mendapat gelar beata (blessed dalam bahasa
Inggris) oleh Paus Yohanes
Paulus II dan diberi
gelar Beata .
Pada 1970-an, ia menjadi
terkenal di dunia internasional untuk pekerjaan kemanusiaan dan advokasi bagi
hak-hak orang miskin dan tak berdaya. Misionaris
Cinta Kasih terus
berkembang sepanjang hidupnya dan pada saat kematiannya, ia telah menjalankan
610 misi di 123 negara, termasuk penampungan dan rumah bagi penderita HIV/AIDS, lepra dan TBC, program konseling untuk anak dan keluarga, panti
asuhan, dan sekolah. Pemerintah, organisasi sosial dan tokoh terkemuka telah
terinspirasi dari karyanya, namun tak sedikit filosofi dan implementasi Bunda
Teresa yang menghadapi banyak kritik. Ia menerima berbagai penghargaan,
termasuk penghargaan pemerintah India, Bharat Ratna (1980) dan Penghargaan Perdamaian Nobel pada tahun 1979. Ia merupakan salah satu tokoh yang
paling dikagumi dalam sejarah. Saat peringatan kelahirannya yang ke-100 pada
tahun 2010, seluruh dunia menghormatinya dan karyanya dipuji oleh Presiden India, Pratibha Patil.
Sejak kecil Agnes sudah terpesona oleh cerita-cerita
dari kehidupan misionaris dan pelayanan mereka di Benggala India. Pada usia 12
tahun, ia sudah merasa yakin akan pilihan hidupnya dan memutuskan untuk menjadi
seorang biarawati. Pada usia delapan belas tahun, bulan September 1928, Agnes
masuk Biara Suster-suster Loreto di Irlandia. Ia memilih nama Suster Maria
Teresa sebagai kenangan akan Santa Theresia
Lisieux. Namun karena salah satu biarawati disitu sudah memilih nama itu, maka
Agnes memilih menggunakan ejaan Spanyol : Teresa.
Bulan Desember 1928, Sr Teresa berangkat ke India dan
tiba di Kalkuta pada tanggal 6 Januari 1929. Setelah mengucapkan Kaul
Pertamanya pada bulan Mei 1931, Sr Teresa ditugaskan untuk mengajar di sekolah
putri St Maria, Calcutta. Pada tanggal 24 Mei 1937, Sr. Teresa mengucapkan Kaul
Kekalnya, dan menjadi “pengantin Yesus” untuk “selama-lamanya”. Sejak saat itu
ia dipanggil Ibu Teresa. Ia tetap mengajar di sekolah St Maria dan pada tahun
1944 diangkat sebagai kepala sekolah.
Meskipun Teresa menikmati mengajar di sekolah, ia
semakin terganggu oleh kemiskinan di sekitarnya. Kelaparan di Benggala 1943
membawa penderitaan dan kematian ke kota serta kekerasan sektarian antara umat
Hindu dan Muslim pada bulan Agustus 1946 membuat kota itu hidup dalam
keputusasaan dan ketakutan.
Pada
tanggal 10
September 1946, Teresa mengalami "panggilan" saat bepergian dengankereta
api ke biara Loreto di Darjeeling dari Kalkuta untuk retret tahunannya.
"Saya meninggalkan biara dan membantu orang
miskin sewaktu tinggal bersama mereka. Ini adalah sebuah perintah. Kegagalan
akan mematahkan iman."
Pada tanggal 10 September 1946, dalam perjalanan
kereta api dari Calcutta ke Darjeeling untuk menjalani retret tahunannya, Ibu
Teresa menerima “inspirasi”, “panggilan dalam panggilan”-nya. Pada hari itu,
dengan suatu cara yang tidak pernah dapat dijelaskannya, dahaga Yesus akan
cinta kasih dan akan jiwa-jiwa memenuhi hatinya. Ibu Teresa lalu
mengadopsi kewarganegaraan India dan menghabiskan beberapa bulan di Patna untuk
menerima pelatihan dasar medis di Rumah Sakit Keluarga Kudus.
Pada tanggal 21 Desember untuk pertama kalinya Ibu
Teresa keluar-masuk perkampungan kumuh India. Ia mengunjungi keluarga-keluarga,
membasuh borok dan luka beberapa anak, merawat seorang bapak tua yang
tergeletak sakit di pinggir jalan dan merawat seorang wanita sekarat yang
hampir mati karena kelaparan dan TBC. Setiap hari Ibu Teresa memulai hari
barunya dengan persatuan dengan Yesus dalam Ekaristi, lalu kemudian pergi
dengan rosario di tangan, untuk mencari dan melayani Yesus dalam “mereka yang
terbuang, yang teracuhkan, yang tak dikasihi”.
Setelah beberapa bulan, ia ditemani oleh, seorang demi
seorang, para pengikutnya yang pertama. Pada awal tahun 1949, ia
bergabung dalam usahanya dengan sekelompok perempuan muda dan meletakkan dasar
untuk menciptakan sebuah komunitas religius baru untuk membantu orang-orang
yang "termiskin di antara kaum miskin". Teresa menulis dalam buku
hariannya bahwa tahun pertamanya penuh dengan kesulitan. Ia tidak memiliki
penghasilan dan harus memohon makanan dan persediaan. Teresa mengalami keraguan,
kesepian dan godaan untuk kembali dalam kenyamanan kehidupan biara. Ia menulis
dalam buku hariannya:
“Tuhan ingin saya masuk dalam kemelaratan. Hari ini
saya mendapat pelajaran yang baik. Kemelaratan para orang miskin pastilah
sangat keras. Ketika saya mencari tempat tinggal, saya berjalan dan terus
berjalan sampai lengan dan kaki saya sakit. Saya bayangkan bagaimana mereka
sakit jiwa dan raga, mencari tempat tinggal, makanan dan kesehatan. Kemudian
kenikmatan Loreto datang pada saya. ‘Kamu hanya perlu mengatakan dan semuanya
akan menjadi milikmu lagi,’ kata sang penggoda... Sebuah pilihan bebas,
Tuhanku, cintaku untukmu, aku ingin tetap bertahan dan melakukan segala
keinginan-Mu merupakan kehormatan bagiku. Aku tidak akan membiarkan satu tetes
air mata jatuh karenanya.”.
Teresa mendapatkan izin dari Vatikan pada tanggal 7
Oktober 1950 untuk memulai sebuah kongregasi, yang kemudian menjadi
Konggregasi Misionaris Cinta Kasih yang mempunyai misi untuk merawat orang –
orang "yang lapar, telanjang, tunawisma, orang cacat, orang buta,
penderita kusta, semua orang yang merasa tidak diinginkan, tidak dicintai,
tidak diperhatikan seluruh masyarakat, orang yang telah menjadi beban bagi
masyarakat dan dihindari oleh semua orang."
Kongregasi ini dimulai dengan 13 orang anggota di
Kalkuta, kini telah lebih dari 4.000 suster menjalankan panti asuhan, rumah
bagi penderita AIDS dan pusat amal di seluruh dunia, dan merawat para
pengungsi, pecandu alkohol, orang buta, cacat, tua, orang miskin dan tunawisma,
korban banjir, dan wabah kelaparan.
Pada tahun 1952, Ibu Teresa membuka Home for the
Dying pertama diatas lahan yang disediakan oleh pemerintah kota Kalkuta. Dengan
bantuan para pejabat India, ia mengubah sebuah kuil Hindu yang ditinggalkan
menjadi Kalighat Home for the Dying, sebuah rumah sakit gratis untuk orang
miskin. Mereka yang dibawa ke rumah tersebut menerima perhatian medis dan
diberikan kesempatan untuk meninggal dalam kemuliaan, menurut ritual keyakinan
mereka masing-masing; Muslim membaca Al-Quran, Hindu menerima air dari sungai
Gangga, dan Katolik menerima Sakramen minyak suci. "Sebuah kematian
yang indah," katanya, "adalah untuk orang-orang yang hidupnya
diperlakukan seperti binatang, mati seperti malaikat - dicintai dan diinginkan."
Ibu Teresa segera menyediakan tempat tinggal
untuk mereka yang menderita penyakit kusta, dan menyebut tempat ini sebagai
Shanti Nagar (Kota Kedamaian). Para Misionaris Cinta Kasih juga mendirikan
beberapa klinik kusta yang terjangkau di seluruh Kalkuta, menyediakan
obat-obatan, perban dan makanan. Ibu Teresa merasa perlu untuk
membuat rumah bagi anak-anak yang hilang. Pada tahun 1955, ia membuka Nirmala
Shisu Bhavan, sebagai rumah perlindungan bagi para yatim piatu dan remaja
tunawisma.
Pada tahun 1960-an, Konggregasi ini telah membuka
penampungan, panti asuhan dan rumah lepra di seluruh India. Ibu Teresa
kemudian memperluas pelayanan konggregasinya di seluruh dunia. Rumah
pertama di luar India dibuka di Venezuela pada tahun 1965 dengan lima suster.
Selanjutnya di Roma, Tanzania, dan Austria pada tahun 1968, dan selama tahun
1970, konggregasi ini membuka rumah dan yayasan di puluhan negara baik di Asia,
Afrika, Eropa dan Amerika Serikat. Pada tahun 2007, Anggota Konggregasi
Misionaris Cinta Kasih telah berjumlah kurang lebih 450 bruder dan 5.000
biarawati di seluruh dunia, menjalankan 600 misi, sekolah dan tempat
penampungan di 120 negara.
Pada tahun 1982 saat puncak Pengepungan Beirut, Ibu
Teresa menyelamatkan 37 anak yang terjebak di garis depan sebuah rumah
sakit dengan menengahi sebuah gencatan senjata sementara antara tentara Israel
dan gerilyawan Palestina. Ditemani oleh para pekerja Palang Merah, ia melakukan
perjalanan melalui zona perang ke rumah sakit yang hancur untuk mengevakuasi
para pasien muda.
Ketika Eropa Timur mengalami peningkatan keterbukaan
di akhir 1980-an, ia memperluas pelayanannya untuk negara-negara komunis yang
sebelumnya menolak Misionaris Cinta Kasih. Ia selalu tidak terpengaruh dengan
kritik terhadap pendiriannya dalam melawan aborsi dan perceraian serta
mengatakan, "Tidak peduli orang-orang mengatakan apa, Anda harus
menerimanya dengan tersenyum dan melakukan pekerjaan anda sendiri." Ia
mengunjungi Republik Sosialis Soviet Armenia setelah Gempa bumi Spitak 1988 dan
bertemu dengan Nikolai Ryzhkov, Ketua Dewan Menteri.
Ibu Teresa bepergian untuk membantu dan melayani
penderita kelaparan di Ethiopia, korban radiasi di Chernobyl, dan korban gempa
di Armenia. Pada tahun 1991, Ibu Teresa kembali untuk pertama kalinya ke
tanah airnya dan membuka Konggregasi Bruder Misionaris Cinta Kasih di Tirana,
Albania.
Pada tahun 1996, ia menjalankan 517 misi di lebih dari
100 negara. Selama bertahun-tahun kemudian, Ibu Teresa mengembangkan
Misionaris Cinta Kasih untuk melayani yang "termiskin dari yang
miskin" di 450 pusat di seluruh dunia. Rumah Misionaris Cinta Kasih
pertama yang ada di Amerika Serikat didirikan di South Bronx, New York. Pada
tahun 1984, Konggregasi ini telah menjalankan 19 pusat pelayanan di
seluruh Amerika Serikat.
Ibu Teresa menderita serangan jantung ketika di
Roma pada tahun 1983, saat mengunjungi Paus Yohanes Paulus II. Setelah serangan
kedua pada tahun 1989, ia terpaksa harus memakai alat pacu jantung buatan. Pada
tahun 1991, setelah berjuang melawan pneumonia saat ia berada di Meksiko, ia
menderita masalah jantung lebih lanjut. Ibu Teresa menawarkan untuk
mengundurkan diri dari posisinya sebagai kepala Misionaris Cinta Kasih, tetapi
para biarawati konggregasi dalam sebuah pemungutan suara yang rahasia,
memilihnya untuk tetap menjabat. Ibu Teresa sepakat untuk melanjutkan
pekerjaannya sebagai kepala konggregasi.
Sepanjang tahun-tahun terakhir hidupnya, meskipun
mengalami gangguan penyakit yang cukup parah, Ibu Teresa tetap mengendalikan
kongregasinya serta menanggapi kebutuhan orang-orang miskin dan Gereja. Pada
tahun 1997, para biarawatinya telah hampir mencapai 4000 orang, tergabung dalam
610 cabang dan tersebar di 123 negara dari berbagai belahan dunia. Pada bulan
Maret 1997, Ibu Teresa memberikan restu kepada Sr. Nirmala MC, penerusnya
sebagai Superior Jenderal Misionaris Cinta Kasih. Setelah bertemu dengan Paus Yohanes
Paulus II untuk terakhir kalinya, ia kembali ke Calcutta dan melewatkan
minggu-minggu terakhir hidupnya dengan menerima kunjungan para tamu dan
memberikan nasehat-nasehat terakhir kepada para biarawatinya.
Pada tanggal 5 September 1997 jam 9:30 malam, hidup
Ibu Teresa di dunia ini berakhir. Jenazahnya dipindahkan dari Rumah Induk ke
Gereja St. Thomas, gereja dekat Biara Loreto di mana ia menjejakkan kaki
pertama kalinya di India hampir 69 tahun yang lalu. Ratusan ribu pelayat dari
berbagai kalangan dan agama, dari India maupun luar negeri, berdatangan untuk
menyampaikan penghormatan terakhir mereka.
Ibu Teresa mendapat kehormatan dimakamkan secara
kenegaraan oleh Pemerintah India pada tanggal 13 September. Jenazahnya diarak
dalam kereta yang sama yang dulu digunakan mengusung jenazah Mohandas K. Gandhi
and Jawaharlal Nehru, melewati jalan-jalan di Calcutta sebelum akhirnya
dimakamkan di Rumah Induk Misionaris Cinta kasih.
Ibu Teresa mewariskan teladan iman Kristiani yang
kokoh, harapan yang tak kunjung padam, dan cinta kasih yang luar biasa.
Jawabannya atas panggilan Yesus, “Mari, jadilah cahaya bagi-Ku,”
menjadikannya sebagai seorang Misionaris Cinta Kasih, seorang “ibu bagi
kaum miskin”, dan sebagai simbol cinta kasih kristiani di dunia ini.
Bunda Theresia penolong kaum miskin
ReplyDelete