MAKALAH SENGKETA INTERNASIONAL - Sengketa/Konflik Indonesia dan Timor Leste
Hai balik lagi dengan materi yang bermanfaat. Kali ini
saya akan memposting MAKALAH SENGKETA INTERNASIONAL – SENGKETA ANTARA INDONESIA
& TIMOR LESTE. Ini adalah tugas Pkn saya dan bagusnya lagi nilainya lumayanlah.
jadi percuma saya buat dengan susah payah jika hanya disimpan di laptop kan jadi
saya bagikan aja untuk yang membutuhkan. Semoga bermanfaat.
MAKALAH
SENGKETA INTERNASIONAL
SENGKETA
ANTARA INDONESIA & TIMOR LESTE
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami
haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya kami dapat
menyelesaikan makalah dengan judul Sengketa Internasional – sengketa antara
Indonesia dan Timor Leste untuk melengkapi materi pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan. Tetapi, makalah ini disusun bukan hanya sebagai pelengkap
materi pelajaran, namun juga untuk dapat menambah wawasan masyarakat umum yang
membaca makalah tentang sengketa yang terjadi antara negara Indonesia dan
negera lain ini.
Pada kesempatan ini
kami ucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah
berpartisipasi baik melalui dukungan moril maupun material sehingga
terselesainya makalah ini dengan tepat waktu. Terutama kepada:
- Dra. Cornelia, L.L selaku kepala sekolah SMA PANCA SETYA,
- Ibu Katarina, SL selaku wali kelas XI IPA 1,
- Ibu Marlinsia, S.Pd selaku guru bidang studi PKN,
- Kedua orang tua kami, dan
- Teman-teman seperjuangan
Semoga segala usaha dan dukungan yang
telah diberikan kepada kami dibalas Yang Maha Kuasa.
Akhri kata ada sebuah
pepatah yang mengatakan “Tak ada gading yang tak retak” begitu juga makalah
ini. Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih banyak sekali kekurangan
dalam hal isi makalah, oleh sebab itu kami mengharapkan adanya kritikan dan
juga saran yang membangun dari pembaca agar kami dapat melakukan hal yang lebih
baik lagi kedepannya. Terima kasih
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR
............................................................................... i
DAFTAR
ISI ............................................................................................. ii
BAB 1 : PENDAHULUAN
...................................................................... 1
A. Latar
Belakang ................................................................................
1
B. Rumusan
Masalah
........................................................................... 2
C. Tujuan
.............................................................................................
2
D. Manfaat
...........................................................................................
2
E. Metode
penulisan
............................................................................. 2
BAB 2 : PEMBAHASAN
......................................................................... 3
A. Sengketa
antara Indonesia –
Timor Leste ......................................... 3
B. Penyebab
Terjadinya Sengketa antara Indonesia – Timor Leste .........
4
C. Pembahasan
Kasus
.......................................................................... 6
1. Masalah
Sengketa Perbatasan Indonesia – Timor Leste ......... 6
2. Wilayah/Area
permasalahan Sengketa ................................... 6
3. Analisa Konflik Perbatasan Indonesia – Timor
Leste .............
8
D. Penyelesaian
Kasus .........................................................................
10
BAB 3 : PENUTUP
....................................................................................
11
A. Kritik
dan Saran ...............................................................................
11
B. Kesimpulan
.......................................................................................
11
DAFTAR PUSTAKA
................................................................................
12
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Di era modern ini
banyak sekali negara yang melakukan hubungan dengan negara lain untuk memenuhi
kebutuhan negaranya. Hubungan yang dijalin tersebut terikat dengan hukum
internasional. Tentu kita mengetahui dengan adanya hukum internasional sangat
berdampak positif dalam menjaga ketertiban hubungan internasional. Namun, belum
tentu suatu hubungan hukum yang terjadi antara para pihak tidak selalu berjalan
lancar. Adakalanya timbul ketidakserasian yang kemudian menimbulkan sengketa
diantara kedua belah pihak. Wilayah merupakan hal yang sering disangkut pautkan
dengan kedaulatan. Saat wilayah suatu negara dilanggar oleh negara lain, sama
dengan mengganggu kedaulatan suatu negara.
Sama halnya dengan
negara Indonesia dan Timor Leste, karena suatu wilayah kedua negara tersebut
bersengketa. Timor leste merupakan suatu negara yang dulunya termasuk kedalam
wilayah Indonesia. Setelah merdeka pada tanggal 20 Mei 2002, Timor Leste
resmi memisahkan diri dan membentuk negara baru yaitu Republic Rakyat
Demokratik Timor Leste. Persoalan kemerdekaan Timor Leste tentunya menjadi
cabuk tersendiri bagi pemerintah Indonesia yang tidak mampu menjaga wilayah
kedaulatan dan malah memilih opsi untuk memerdekaan Timor Leste.
Persoalan disintegrasi Timor Leste
dari Indonesia tidak selesai sampai disitu saja, masalah pelik yang sering
muncul yakni masalah perbatasan. Ada beberapa wilayah perbatasan antara
Indonesia – Timor Leste yang masih belum disepakati dan masih menjadi klaim
antar dua negara tersebut. Oleh karena itu, makalah ini disusun untuk mengupas
lebih jauh lagi konflik antara Indonesia dan Timor Leste atas perebutan wilayah
perbatasan tersebut juga dan mengupas penyebab dan berbagai cara yang ditempuh
untuk menyelesaikan sengketa tersebut.
B. Rumusan
Masalah
Masalah-masalah
yang akan dibahas :
1.
Sengketa Perbatasan Indonesia – Timor Leste
2. Penyebab
sengketa antara Indonesia – Timor Leste
3. Cara
penyelesaian sengketa antara Indonesia – Timor Leste
C. Tujuan
1. Untuk
mengetahui sengketa internasional antara Indonesia – Timor Leste
2. Untuk
pengetahui penyebab sengketa antara Indonesia – Timor Leste
3. Untuk
mengetahui seberapa jauh penyelesaian sengketa antara Indonesia –
Timor Leste
4. Untuk
mengetahui cara penyelesaian sengketa antara Indonesia – Timor Leste
D. Manfaat
1. Memberi pengetahuan bagi peserta didik tentang
sengketa internasional antara Indonesia – Timor Leste
2. Menambah
wawasan peserta didik dan masyarakat umum tentang penyelesaian sengketa antara Indonesia –
Timor Leste
E. Metode
Penelitian
Penulisan
makalah ini menggunakan metode studi pustaka. Metode penulisan makalah ini
dengan mengumpulkan bahan-bahan,materi-materi dan informasi-informasi yang
diperoleh dari jurnal yang tersedia.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Sengketa antara Indonesia –
Timor Leste
Timor Leste merupakan bagian dari
wilayah Indonesia setelah pemerintah Indonesia menginvasikan wilayah tersebut. Namun
karena adanya berbagai macam gugatan dunia internasional mengenai keabsahan
invasi ABRI (sekarang TNI) terhadap Timor Leste dipertanyakan, pelanggaran HAM
berat dan ringan menjadi suatu polemic di masyarakat internasional menjelang
akhir tahun 1990-an atau tepatnya tahun-tahun menjelang 2000. Yang pada saat
itu Indonesia juga mengalami krisis politik dan ekonomi yang luar biasa pada
tahun 1998 yang terkenal dengan sebutan reformasi. Situasi tersebut
dimanfaatkan oleh Jose Ramos Horta untuk meminta dukungan internasional guna
menekan pemerintah Indonesia. Akhirnya pada tanggal 30 agustus 1999 pemerintah
Indonesia dibawah presiden Habibie mengadakan referendum untuk Timor Leste dan
akhirnya Timor Leste ingin memisahkan diri dari Indonesia.
Kemerdekaan Timor Leste membuktikan
bahwa pemerintah Indonesia tidak dapat menjaga wilayah kedaulatannya. Kemerdekaan
yang diberikan itu juga tidak menyelesaikan
masalah-masalah yang di hadapi Indonesia malah timbul persoalan-persoalan baru.
Masalah perbatasan menjadi hal yang lumrah untuk diperdebatkan mengingat kedua
negara tersebut hanya berbatasan dengan tapal batas. Hingga sekarang pemerintah
Indonesia dan Timor Leste masih mempersoalkan masalah perbatasan antara kedua
negara di atas lahan seluas 1.211,7 hektare yang terdapat di dua titik batas
yang belum terselesaikan. Dua titik batas yang masih dipersoalkan antara kedua
negara yakni wilayah di Desa Oepoli, Kabupaten Kupang, yang berbatasan dengan
distrik Oecusse, Timor Leste, dengan luas 1.069 hektare dan Batas lainnya yang
masih bermasalah terletak di Bijai Suna, Desa Oben, Kabupaten Timor Tengah
Utara (TTU), yang juga berbatasan dengan distrik Oecusse, Timor Leste, seluas
142,7 ha.
Wilayah perbatasan ini sering
menimbulkan konflik antara warga perbatasan yang banyak memakan korban jiwa,
memang pada tahun 2005 pemerintah Indonesia dan Timor Leste bertemu di Bali
untuk membahas masalah tapal batas kedua negara. Namun seiring berkembang isu
politik dan ekonomi antar kedua negara, wilayah perbatasan tersebut masih
menyisakan persoalan.
B. Penyebab
Terjadinya Sengketa antara Indonesia – Timor Leste
1.
Pembangunan
jalan di dekat perbatasan
Pada Oktober 2013, Pemerintah
Republik Demokratik Timor Leste membangun jalan di dekat perbatasan
Indonesia-Timor Leste, di mana menurut warga Timor Tengah Utara, jalan tersebut
telah melintasi wilayah NKRI sepanjang 500 m dan juga menggunakan zona bebas sejauh
50 m. Padahal berdasarkan nota kesepakataan kedua negara pada tahun 2005, zona
bebas ini tidak boleh dikuasai secara sepihak, baik oleh Indonesia maupun Timor
Leste. Selain itu, pembangunan jalan oleh Timor Leste tersebut merusak
tiang-tiang pilar perbatasan, merusak pintu gudang genset pos penjagaan
perbatasan milik Indonesia, serta merusak sembilan kuburan orang-orang tua
warga Nelu, Kecamatan Naibenu, Kabupaten Timor Tengah Utara. Pembangunan jalan
baru tersebut kemudian memicu terjadinya konflik antara warga Nelu, Indonesia
dengan warga Leolbatan, Timor Leste pada Senin, 14 Oktober 2013.
2.
Insiden
penggiringan 19 ekor sapi
Eskalasi konflik semakin meningkat
setelah terjadi insiden penggiringan 19 ekor sapi milik warga Indonesia yang
diduga digiring oleh warga Timor Leste masuk ke wilayah mereka. Selanjutnya, 10
warga Indonesia didampingi enam anggota TNI Satgas-Pamtas masuk ke wilayah
Timor Leste untuk mencari 19 ekor sapi tersebut. Sementara itu, ratusan warga
lainnya dari empat desa di Kecamatan Naibenu berjaga-jaga di perbatasan dan
siap perang melawan warga Leolbatan, Desa Kosta, Kecamatan Kota, Distrik
Oekussi, Timor Leste.
3.
Pembangunan di wilayah zona netral/telah melebihi
batas wiayah.
Konflik tersebut bukan pertama kali
terjadi di perbatasan Indonesia-Timor Leste. Satu tahun sebelumnya, konflik
juga terjadi di perbatasan Timur Tengah Utara-Oecussi. Pada 31 Juli 2012, warga
desa Haumeni Ana, Kecamatan Bikomi Utara, Kabupaten Timor Tengah Utara, NTT,
terlibat bentrok dengan warga Pasabbe, Distrik Oecussi, Timor Leste. Bentrokan
ini dipicu oleh pembangunan Kantor Pelayanan Bea Cukai, Imigrasi, dan Karantina
(CIQ) Timor Leste di zona netral yang masih disengketakan, bahkan dituduh telah
melewati batas dan masuk ke wilayah Indonesia sejauh 20 m. Tanaman dan
pepohonan di tanah tersebut dibabat habis oleh pihak Timor Leste. Setelah
terlibat aksi saling ejek, warga dari kedua negara kemudian saling lempar batu
dan benda tajam sebelum akhirnya dilerai oleh aparat TNI perbatasan dan tentara
Timor Leste. Menurut Kepala Desa Haumeni Ana, Petrus Asuat, Selasa (16/9/2014)
mengatakan, enam titik yang berpotensi konflik itu yakni Subina di Desa Inbate,
Pistana di Desa Nainaban dan Desa Sunkaen, Tububanat di Desa Nilulat, Oben di
Desa Tubu, Nefonunpo dan Faotben di Desa Haumeni Ana.
4.
Membuka lahan pertanian di zona netral
Puluhan warga distrik
Oecusi Timor Leste dilaporkan membuka lahan pertanian di zona netral Sunkaen
(Pistana) yang merupakan satu dari empat titik sengketa antara Indonesia dan
Timor Leste yang berada disepanjang perbatasan Kabupaten Timor Tengah Utara,
Nusa Tenggara Timur. Luas lahan yang di garap itu diperkirakan mencapai 3000
meter persegi. Pembukaan lahan tersebut tentu saja merupakan sebuah
pelanggaran.
Kedua negara sudah
sepakat untuk menjadikan ke-empat lokasi sengketa sebagai daerah netral. Kedua negara tidak
boleh melakukan aktifitas apa pun di daerah itu. Warga Oecusi secara sepihak telah mengklaim
lokasi Sungkaen sebagai wilayah Timor Leste. Empat titik sengketa di wilayah itu
meliputi Manusasi, Haumeni Ana, Inbate, dan Sungkaen. Pemerintah kedua negara
sudah berulang kali melakukan survei dan pemetaan dilokasi yang menjadi
sengketa. Apalagi tim negosiasi kedua negara memiliki bukti historis dan
sejarah yang berbeda mengenai kepemilikan lahan yang disengketakan.
C.
Pembahasan Kasus
1. Masalah Sengketa Perbatasan Indonesia – Timor Leste
Persetujuan Penegasan dan Penetapan
Batas RI-RDTL tertuang dalam komunike bersama yang ditandatangani oleh Menteri
Luar Negeri RI Hasan Wirajuda dan Ketua UNTAET Sergio Viera de Mello di
Denpasar pada tanggal 2 Februari 2002. Selanjutnya pemerintah RI dan UNTAET
sepakat untuk segera melakukan peninjauan lapangan sebagai langkah awal menuju
penegasan dan penetapan batas wilayah RI-RDTL.
2. Wilayah/Area
Permasalahan Sengketa
1. Noel Besi /
Citrana
Daerah sengketa terletak di
Kabupaten Kupang, dengan luas + 1.069 Ha, berawal dari sengketa lahan. Pada
waktu Timor Timur masih bergabung dengan NKRI, daerah Noel Besi/Citrana
merupakan daerah perbatasan Kabupaten Kupang (NTT) dengan kabupaten Ambeno
(wilayah Timor Timur). Daerah ini dialiri Sungai Noel Besi yang bermuara di
selat Ombai dimana sejak jaman Portugis aliran sungai mengalir di sebelah kiri
daerah sengketa.
Dari aspek yuridis, batas Negara
menurut Treaty/Traktat 1904 Belanda-Portugis disebutkan muara Sungai Noel Besi
mempunyai Azimuth kompas 300 47’ NW kearah pulau Batek dan dari aspek Teknis
(menurut Toponimi) nama Sungai Noel Besi terdapat di sebelah timur Sungai Nono
Noemna. Mengingat adanya perbedaan pandangan yang sangat tajam tentang batas
darat kedua Negara, masing-masing merasa perlu adanya data/analisis yang lebih
lengkap dan akurat.
2. Bijael
Sunan/Manusasi
Daerah sengketa meliputi daerah
seluas ± 142,7 Ha, dikarenakan adanya perbedaan persepsi traktat/Treaty juga di
sebabkan karena masalah adat. Sebelum tahun 1893 daerah ini di kuasai oleh
masyarakat Timor Barat, namun antara 1893-1966 daerah ini di kuasai masyarakat
Timor Timur (Portugis). Pada tahun 1966, garis batas di sepanjang Sungai Noel
Miomafo digeser ke utara mengikuti puncak pegunungan/bukit (watershed) mulai
dari puncak Bijael Sunan sampai dengan barat laut Oben yang ditandai dengan
pilar Ampu Panalak.
Pertanyaan yang muncul adalah
bagaimana pemindahan batas wilayah yang dilakukan secara adat dengan melintasi
batas antar Negara/batas Internasional, disaksikan oleh Gubenur Portugis dan
NTT pada saat itu. Pada kasus manusasi terdapat 2 hal yang cukup menarik,
pertama menurut Treaty 1904 garis batas mengikuti Thalweg (walaupun prinsip
median line termasuk disepakati), kedua menurut adat, garis batas mengikuti
punggung bukit (Bukit Oelnasi). Prinsip delineasi berdasarkan
watershed/punggung bukit juga dianut dalam Treaty 1904.
3. Dilumil/Memo
Daerah bermasalah di Dilumil/Memo
Kabupaten Belu mencakup daerah seluas ± 41,9 Ha, berawal dari sengketa lahan
yang berada di delta S. Malibaka sebagai hasil proses pengendapan. Dalam hal
ini, pihak RI pada awalnya menghendaki batas wilayah RI-RDTL berada disebelah
timur Delta, sedangkan RDTL menghendaki di sebelah barat Delta. Namun pada
perkembangan terakhir (sesuai pertemuan TSC-BDR RI-RDTL tahun 2004), pihak RI
menghendaki penarikan batas sesuai median line yang membagi dua river
island/delta.
4. Subina-Oben.
Penyelesaian permasalahan unsurveyed
hingga sekarang belum ada kemajuan (titik temu). Oleh karena itu perlu adanya
upaya penyelesaian dengan merujuk pasal 6 Provisional Agreement RI-RDTL (2005)
yang melibatkan Pemda dan masyarakat setempat. Penegasan dan penetapan batas
antar kedua Negara dilakukan lewat forum kerjasama Technical Sub Committee on
Border Demarcation and Regulation (TSC-BDR), yang dibuat berdasarkan
perjanjian-perjanjian yang telah dilakukan oleh Belanda dengan Portugis yaitu
Colonial Boundary Treaty 1859, Convention 1893 dan Convention 1904, Masalah
batas timbul karena adanya perbedaan fisik lapangan dan penafsiran serta RDTL
pernah menjadi salah satu propinsi NKRI.
Wilayah yang menjadi sengketa
tersebut sering menimbulkan konflik kekerasan antar warga desa dua negara.
Kemiskinan didaerah tersebut menjadi salah satu penyebab konflik, mengingat
daerag free zone (yang masih diklaim pihak Indonesia – Timor Leste) adalah
lahan persawahan yang cukup subur untuk pertanian. Sehingga terkadang warga
dari Timor Leste melakukan penanaman bibit pertanian dilahan tersebut yang mana
kegiatan tersebut tentunya sangat tidak disukai oleh warga NTT diperbatasan.
Seringnya pihak dari Timor Leste melakukan pembangunan gedung maupun jalan yang
melewati batas yang ditetapkan membuat pihak Indonesia geram. Bentrok yang
sering terjadi di beberapa desa yang telah disebutkan diatas, perlu ada
tindakan tegas dan negosiasi damai antara dua pihak (Indonesia dan Timor Leste)
untuk menyelsaikan konflik tersebut, sebelum konflik ini berkembang menjadi
besar sehingga dapat menimbulkan korban jiwa.
3. Analisa Konflik Perbatasan Indonesia – Timor Leste
Konflik sendiri secara umum
didefinisikan sebagai situasi dimana dua atau lebih aktor berjuang untuk
mendapatkan sumber langka dalam waktu yang sama,atau setidaknya aktor-aktor
tersebut mempunyai posisi yang dipersepsikan dan diyakini berlawanan dalam satu
waktu yang sama. Secara lebih khusus, untuk sengketa dan konflik perbatasan,
Paul K. Huth menjelaskan ada tiga faktor mengapa wilayah perbatasan sering
disengketakan dan menjadi pemicu konflik, yaitu kandungan sumber daya alamnya,
Komposisi agama dan etnis dalam populasinya, dan lokasinya yang strategis
secara militer.
Sengketa perbatasan yang terjadi
antara Indonesia dan Timor Leste memang lebih disebabkan perebutan lahan
petanian (sumber daya alam) antara kedua warga negara yakni warga desa Haumeni
Ana, Kecamatan Bikomi Nilulat, Kabupaten Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur
dan warga Pasabbe, Distrik Oecussi, Timor Leste. Permasalahan mengenai
penetepan sengketa batas wilayah antar kedua negara juga menjadi pemicu, namun
pendekatan pembangunan ekonomi berupa kesejahterhaan dan tingkat pendidikan
juga berpengaruh dalam konflik tersebut.
Resolusi konflik secara umum dapat
diartikan sebagai upaya yang dilakukan untuk menyelesaikan konflik secara
konstruktif dengan cara mencari kesepakatan antara para pihak yang terlibat
dalam konflik.Menurut Vestergaard, resolusi konflik mencakup dua hal utama,
yaitu isu dan relasi (hubungan antar-aktor). Johan Galtung memperkenalkan tiga
pendekatan perdamaian dalam resolusi konflik. Pertama, pemeliharaan perdamaian
(peacekeeping), yaitu upaya untuk mengurangi atau menghentikan kekerasan melalui
intervensi yang dilakukan oleh pihak penengah, umumnya dilakukan oleh militer.
Kedua, penciptaan perdamaian (peacemaking), yaitu upaya untuk menciptakan
kesepakatan politik antarpihak yang bertikai, baik melalui mediasi, negosiasi,
arbitrasi, maupun konsolidasi. Ketiga, pembangunan perdamaian (peacebuilding)
yaitu upaya rekonstruksi dan pembangunan sosial ekonomi pasca konflik untuk
membangun perubahan sosial secara damai. Dengan tiga tahapan ini, diharapkan
konflik bisa terselesaikan sampai ke akar masalah, sehingga di masa mendatang
konflik tersebut tidak pecah kembali.
Pemerintah Indonesia ataupun Timor
Leste harus bertemu secara langsung demi menciptakan perdamaian di perbatasan,
jangan sampai ketika konflik tersebut mengalami eskalasi baru dua negara muali
bertindak. Pendekatan semacam ini harus ditinggal, lebih baik mencegah daripada
mengobati. Persoalan kemapanan secara ekonomi maupun yang disebut sebagai
kesejahterahan adalah entry point yang harus segara mendapat tindakan dari
kedua negara. Intervensi militer memang dibutuhkan dalam ranah pendekatan
keamanan secara tradisional namun pendekatan human security harus lebih
diutamakan, karena ini menyangkut persoalan hak warga negara dan menyangkut
nama baik negara serta
keamanan
negara tentunya.
D.
Penyelesaian Konflik
Perdana Menteri Timor Leste, Xanana
Gusmao, melakukan kunjungan resmi dan menemui Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
untuk melakukan diskusi terkait sengketa batas. Berdasarkan perjanjian
perbatasan darat 2012, kedua negara telah menyepakati 907 koordinat titik-titik
batas darat atau sekitar 96% dari panjang total garis batas. Garis batas darat
tersebut ada di sektor Timur (Kabupaten Belu) yang berbatasan langsung dengan
Distrik Covalima dan Distrik Bobonaro sepanjang 149,1 km dan di sektor Barat
(Kabupaten Kupang dan Kabupaten Timor Tengah Utara) yang berbatasan langsung
dengan wilayah enclave Oecussi sepanjang 119,7 km.
Dalam upaya diplomasi untuk
menyelesaikan sisa segmen yang belum disepakati, hambatan yang perlu
diantisipasi adalah perbedaan pola pendekatan penyelesaian yang digunakan oleh
masing-masing pihak. Pihak Timor Leste dengan dipandu oleh ahli perbatasan
UNTEA menekankan bahwa penyelesaian perbatasan hanya mengacu kepada traktat
antara Belanda-Portugis Tahun 1904 dan sama sekali tidak berkenan memperhatikan
dinamika adat-istiadat yang berkembang di wilayah tersebut. Sementara itu,
pihak Indonesia mengusulkan agar pendapat masyarakat adat ikut dipertimbangkan.
Pada tahun 2016 ini sedang
berlangsung joint field survey (survei lapangan bersama) yang dilakukan
otoritas Indonesia dengan Timor Leste. Hal tersebut dilakukan, terkait
perundingan mengenai batas wilayah darat. Kemlu RI secara konsisten sudah
menyampaikan keberatan atas pembangunan secara permanen oleh pihak Tinor Leste. Perwakilan
Kemlu RI juga telah melakukan pemeriksaan lebih lanjut mengenai rincian letak
wilayah perbatasan antara Indonesia dan Timor Leste. Tak hanya Kemlu, Menko
Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan juga bernjanji untuk memeriksa informasi
mengenai pendirian bangunan permanen di wilayah sengketa ini.
BAB III
PENUTUP
A.
Kritik dan Saran
Ciri khas Indonesia adalah bertindak
jika sudah terjadi masalah. Begitu pula dengan kasus ini setelah mendengar
Timor Leste melakukan berbagai pelanggaran baru bertindak. Pertemuan bilateral
antara Indonesia dan Timor Leste memang perlu dilakukan guna membahas konflik
yang terjadi agar tidak meluas. Harus ada pertemuan lanjutan untuk membahas
masalah tersebut, mengingat sengketa perbatasan ini apaila tidak ditangaani
secara serius maka akibatnya akan besar dan menggangu hubungan antar kedua
negara.
Baik pihak Indonesia dan Timor Leste
harus bisa memberikan pemahaman mengenai batas-batas wilayah negara
masing-masing. Sehingga masyarakat di wilayah perbatasan faham betul mengenai
tapal batas. Juga Pemerintahan Indonesia harus melakukan pendekatan Democratic
Peace, berupa pembangunan SDM, ekonomi kesejahterahan dan tentunya pendidikan.
Pendekatan militer juga masih perlu digunakan, untuk mengamankan wilayah
perbatasan, setidaknya pemerintah Indonesia telah membangun penambahan pos
pantau perbatasan di beberapa titik perbatasan yang bersebarangan di Timor Leste.
B.
Kesimpulan
Sengketa antara Indonesia dan Timor
Leste terjadi karena perebutan batas wilayah yang hingga sekarang belum ada
penyelesaiannya. Penyebab sengketa tersebut karena Timor Leste berulang-ulang
kali melanggar kesepakatan yang telah disepakati tentang batas wilayah
tersebut. Hingga sekarang telah dilakukan berbagai upaya untuk meredam
persoalan ini agar tidak ada lagi bentrok yang hingga menimbulkan korban jiwa
seperti pertemuan antara Perdana Menteri Timor Leste, Xanana Gusmao dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk
melakukan diskusi terkait sengketa batas pada tahun 2012. Upaya diplomatik juga
telah dilakukan dan pada tahun 2016 ini sedang berlangsung
joint field survey (survei lapangan bersama) yang dilakukan otoritas Indonesia
dengan Timor Leste
DAFTAR PUSTAKA
Sekali lagi saya harap makalah ini bermanfaat bagi para pelajar yang mencarinya untuk tugas yang diberikan oleh guru kita. Salam manis semua :)
0 comments:
Post a Comment